KINERJA
Kinerja atau Performance adalah istilah yang
populer di dalam manajemen, yang mana istilah kinerja didefinisikan dengan
istilah hasil kerja, prestasi kerja danperformance.
Definisi Kinerja.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia
dikemukakan arti kinerja sebagai “(1) sesuatu yang dicapai; (2) prestasi
yang diperlihatkan; (3) kemampuan kerja”
Menurut Para Ahli
Ø Bernardin dan Russel
(dalam Ruky, 2002:15) memberikan pengertian atau kinerja
sebagai berikut : “performance is
defined as the record of outcomes produced on a specified job function or
activity during time period. Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang
hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan
tertentu atau kegiatan selama kurun waktu
tertentu.
Ø Menurut Gibson,
dkk (2003: 355), job performance adalah hasil dari pekerjaan yang
terkait dengan tujuan organisasi, efisiensi dan kinerja kefektifan kinerja
lainnya.
Ø Ilyas (1999:
99), kinerja adalah penampilan hasil kerja personil maupun dalam suatu
organisasi. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku
jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran
personil di dalam organisasi.
Ø Payaman Simanjuntak (2005:1) yang mengemukakan kinerja adalah
tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan
adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan.
Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan
kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan
kelompok kerja di perusahaan tersebut.
Ø Irawan (2002:11), bahwa kinerja (performance) adalah
hasil kerja yang bersifat konkret, dapat diamati, dan dapat diukur. Jika kita
mengenal tiga macam tujuan, yaitu tujuan organisasi, tujuan unit, dan tujuan
pegawai, maka kita juga mengenal tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi,
kinerja unit, dan kinerja pegawai. Dessler (2000:87) berpendapat.
Ø
Mangkunegara
(2001), kinerja adalah: hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan
beberapa pendapat tentang kinerja dan prestasi kerja dapat disimpulkan bahwa
pengertian kinerja maupun prestasi kerja mengandung substansi pencapaian hasil
kerja oleh seseorang. Dengan demikian bahwa kinerja maupun prestasi kerja
merupakan cerminan hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang.
Kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga
(institutional performance) atau kinrja perusahaan (corporate performance)
terdapat hubungan yang erat. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan
(individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate
performance) juga baik.
Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga
komponen penting, yaitu: tujuan, ukuran dan penilaian. Penentuan tujuan dari
setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan
ini akan memberi arah dan memengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang
diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian, penentuan
tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran, apakah seseorang telah
mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk kuantitatif dan kualitatif standar
kinerja untuk setiap tugas dan jabatan memegang peranan penting.
Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Kinerja.
Beberapa teori menerangkan tentang
faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seorang baik sebagai individu atau
sebagai individu yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu
setiap orang mempunyai ciri dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non
fisik. Dan manusia yang berada dalam lingkungan maka keberadaan serta
perilakunya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal maupun tempat
kerjanya.
Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (2001),
secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan
kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya
memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah
yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk
mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas.
Diagram teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai
berikut
Variabel individu dikelompokkan pada
sub-variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis.
Sub-variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi
perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak
langsung pada perilaku dan kinerja individu.
Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi,
sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987),
banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya
dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap,
kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit untuk diukur, juga
menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel
tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung dalam organisasi kerja
pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan
yang lainnya.
Variabel organisasi, menurut Gibson (1987)
berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel
organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur dan desain pekerjaan.
Menurut Kapolmen yang dikutip oleh Ilyas
(2001), ada empat determinan utama dalam produktifitas organisasi termasuk
didalamnya adalah prestasi kerja. Faktor determinan tersebut adalah lingkungan,
karakteristik organisasi, karakteristik kerja dan karakteristik individu.
Karakteristik kerja dan karakteristik organisasi akan memengaruhi karakteristik
individu seperti imbalan, penetapan tujuan akan meningkatkan motivasi kerja,
sedangkan prosedur seleksi tenaga kerja serta latihan dan program pengembangan
akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari individu.
Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi penilaian pekerjaan akan
meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi.
Menurut Stoner yang dikutip oleh
Adiono (2002), mengemukakan bahwa prestasi individu disamping dipengaruhi oleh
motivasi dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu
pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai prestasi
individu. Kemampuan (ability)
menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan dan tugas.
Sedangkan menurut Notoatmodjo (2002), ada
teori yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja yang
disingkat menjadi “ACHIEVE” yang artinya Ability
(kemampuan pembawaan), Capacity
(kemampuan yang dapat dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif material maupun
non material), Environment (lingkungan
tempat kerja karyawan), Validity (pedoman/petunjuk
dan uraian kerja), dan Evaluation (adanya
umpan balik hasil kerja).
Menurut Davies (1989) yang dikutip oleh Adiono
(2002), juga mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah
faktor kemampuan (ability) dan
faktor motivasi (motivation).
Faktor kemampuan secara psikologik terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality, yang artinya karyawan yang
memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan
keterampilan dalam mengerjakan tugas sehari-hari maka ia akan lebih mudah
mencapai kinerja yang diharapkan.
Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory, dikemukakan oleh
Heider, pendekatan atribusi mengenai kinerja dirumuskan sebagai berikut: K= M x
A, yaitu K adalah kinerja, M adalah motivasi, dan A adalah ability. Konsep ini menjadi sangat
populer dan sering kali diikuti oleh ahli-ahli lain, menurut teori ini, kinerja
adalah interaksi antara motivasi dengan ability
(kemampuan dasar).
Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya
tetapi memiliki kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah,
begitu pula orang yang berkemampuan tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi
merupakan faktor penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara
produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 1995).
Penilaian Kinerja.
Penilaian kinerja adalah suatu sistem yang
digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seseorang karyawan telah
melaksanakan pekerjaannya dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian
kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap
penampilan kerja individu (personel) dengan membandingkan dengan standard baku
penampilan. Menurut Hall, penilaian kinerja merupakan proses yang berkelanjutan
untuk menilai kualitas kerja personel dan usaha untuk memperbaiki kerja
personel dalam organisasi. Menurut Certo, penilaian kinerja adalah proses
penelusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu dan menilai hasil
karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem manajemen (Ilyas,
2001).
Syarat Penilaian .
Terdapat kurang
lebih dua syarat utama yang diperlukan guna melakukan penilaian kinerja yang
efektif, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif;
dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi (Gomes, 2003:136).
Sedangkan dari
sudut pandang kegunaan kinerja itu sendiri, Sondang Siagian (2008-223-224)
menjelaskan bahwa bagi individu penilaian kinerja berperan sebagai umpan balik
tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensinya
yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan
pengembangan karirnya. Sedangkan bagi organisasi, hasil penilaian kinerja
sangat penting dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan tentang berbagai
hal seperti identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekrutmen,
seleksi, program pengenalan, penempatan, promosi, sistem balas jasa, serta
berbagai aspek lain dalam proses manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan
kegunaan tersebut, maka penilaian yang baik harus dilakukan secara formal
berdasarkan serangkaian kriteria yang ditetapkan secara rasional serta diterapkan
secara objektif serta didokumentasikan secara sistematik.
Dengan demikian,
dalam melalukan penilaian atas prestasi kerja para pegawai harus terdapat
interaksi positif dan kontinu antara para pejabat pimpinan dan bagian
kepegawaian
Kriteria Penilaian.
Ø Relevansi
·
Item Penilaian Harus Relevan dengan deskripsi dan
spesifikasi jabatan yang diemban
·
Penilaian tertuju pada tuntutan visi, misi dan nilai –
nilai yang berlaku
Ø Sensitivitas
·
Sistem penilaian harus dapat membedakan dengan jelas SDM
yang berprestasi dan mana yang tidak
·
Scores penilaian harus didefinisikan dengan jelas untuk
setiap tingkatan atau katagori
Ø Reliabilitas
·
Hasil pengukuran harus valid dan dapat dipercaya
·
Hasil penilaian harus dapat diandalkan sebagai dasar
pengambilan keputusan baik bagi pemberi konpensasi maupun pengembangan
Ø Akseptabilitas
·
Sistem penilaian harus dimenrti dan diterima baik oleh
penilai maupun yang dinilai
Ø Practicality
·
Dapat diterapkan dengan mudah dengan resiko rendah dari
kesalahan
MetodePenilaian.
Pada
dasarnya ada dua model penilaian kinerja:
a.
Penilaian
sendiri (Self Assesment).
Penilaian sendiri adalah pendekatan yang
paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaaan individu. Ada dua
teori yang menyarankan peran sentral dari penilaian sendiri dalam memahami
perilaku individu. Teori tersebut adalah teori kontrol dan interaksi simbolik.
Menurut teori kontrol yang dijelaskan oleh
Carver dan Scheier (1981) yang dikutip oleh Ilyas (2001), individu harus
menyelesaikan tiga tugas untuk mencapai tujuan mereka. Mereka harus (1)
menetapkan standar untuk perilaku mereka, (2) mendeteksi perbedaan antara
perilaku mereka dan standarnya (umpan balik), dan (3) berperilaku yang sesuai
dan layak untuk mengurangi perbedaan ini. Selanjutnya, disarankan agar individu
perlu melihat dimana dan bagaimana mereka mencapaitujuan mereka. Dengan
pengenalan terhadap kesalahan yang dilakukan, mereka mempunyai kesempatan
melakukan perbaikan dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan mereka.
Inti dari teori interaksi simbolik adalah
preposisi yaitu kita mengembangkan konsep sendiri dan membuat penilaian sendiri
berdasarkan pada kepercayaan kita tentang bagaimana orang memahami dan
mengevaluasi kita. Teori ini menegaskan pentingnya memahami pendapat orang lain
disekitar mereka terhadap perilaku mereka. Interaksi simbolik juga memberikan
peran sentral bagi interpretasi individu tentang dunia sekitarnya. Jadi
individu tidak memberikan respon secara langsung dan naluriah terhadap
kejadian, tetapi memberikan interpretasi terhadap kejadian tersebut Preposisi
ini penting sebagai pedoman interpretasi tentang penilaian sendiri yang
digunakan dalam mengukur atau menilai kinerja personel dalam organisasi.
Penilaian sendiri dilakukan bila personel
mampu melakukan penilaian terhadap proses dari hasil karya yang mereka
laksanakan sebagai bagian dari tugas organisasi. Penilaian sendiri ditentukan
oleh sejumlah faktor kepribadian, pengalaman, dan pengetahuan, serta
sosio-demografis seperti suku dan pendidikan. Dengan demikian, tingkat
kematangan personel dalam menilai hasil karya sendiri menjadi hal yang patut
dipertimbangkan (Ilyas, 2001).
b.
Penilaian
360 derajat (360 Degree Assessment).
Teknik ini akan memberikan data yang lebih
baik dan dapat dipercaya karena dilakukan penilaian silang oleh bawahan, mitra
dan atasan personel Data penilaian merupakan nilai kumulatif dari penilaian
ketiga penilai. Hasil penilaian silangdiharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terjadi kerancuan, bila penilaian kinerja hanya dilakukan oleh personel sendiri
saja (Ilyas, 2001).
Penilaian atasan, pada organisasi dengan
tingkat manajemen majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang
tingkatnya lebih tinggi. Penilaian ini termasuk yang dilakukan oleh penyelia
atau atasan langsung yang kepadanya laporan kerja personel disampaikan.
Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebaiknya
penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja
kelompok dimana individu sering melakukan interaksi.
Penilaian mitra, biasanya penilaian mitra
lebih cocok digunakan pada kelompok kerja yang mempunyai otonomi yang cukup
tinggi, dimana wewenang pengambilan keputusan pada tingkat tertentu telah
didelegasikan oleh manajemen kepada anggota kelompok kerja. Penilaian mitra
dilakukan oleh seluruh anggota kelompok dan umpan balik untuk personel yang
dinilai dilakukan oleh komite kelompok kerja dan bukan oleh penyelia. Penilaian
mitra biasanya lebih ditujukan untuk pengembangan personel dibandingkan untuk
evaluasi. Yang perlu diperhatikan pada penilaian mitra adalah kerahasiaan
penilaian untuk mencegah reaksi negatif dari personel yang dinilai.
Penilaian bawahan, terhadap kinerja personel
dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan dan umpan balik personel. Program
ini meminta kapada manajer untuk dapat menerima penilaian bawahan sebagai umpan
balik atas kemampuan manajemen mereka. Umpan balik bawahan berdasarkan kriteria
sebagai berikut: pencapaian perencanaan kinerja strategik, pencapaian komitmen
personel, dokumentasi kinerja personel, umpan balik dan pelatihan personel,
pelaksanaanpenilaian kinerja, dan imbalan kinerja. Manajer diharapkan mengubah
perilaku manajemen sesuai dengan harapan bawahan.
Ada pula menurut omes
(2003:137-145) tentang metode penilaian kinerja, yaitu
:
a.
Metode Tradisional.
Metode ini
merupakan metode tertua dan paling sederhana untuk menilai prestasi kerja dan
diterapkan secara tidak sistematis maupun sistematis. Yang termasuk kedalam
metode tradisional adalah :rating
scale, employee
comparation, check list, free form essay, dan critical incident.
a) Rating scale.
Metode ini merupakan metode penilaian yang
paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan
atau supervisor untuk mengukur karakteristik, misalnya mengenai inisitaif,
ketergantungan, kematangan, dan kontribusinya terhadap tujuan kerjanya.
b) Employee comparation.
Metode ini merupakan metode penilaian yang
dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pegawai dengan pegawai
lainnya. Metode ini terdiri dari :
1) Alternation ranking
metode penilaian dengan cara mengurutkan
peringkat (ranking) pegawai dimulai dari yang
terendah sampai yang tertinggi berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
2) Paired comparation
metode penilaian dengan cara seorang pegawai
dibandingkan dengan seluruh pegawai lainnya, sehingga terdapat berbagai
alternatif keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah
pegawai yang relatif sedikit.
3) Porced comparation (grading)
metode ini sama dengan paired comparation, tetapi
digunakan untuk jumlah pegawai yang relative banyak.
c) Check list.
Metode ini hanya memberikan masukan/informasi
bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia.
d) Freeform essay.
Dengan metode ini seorang penilai diharuskan
membuat karangan yang berkenaan dengan orang/karyawan/pegawai yang sedang
dinilainya.
e) Critical incident
Dengan metode ini penilai harus mencatat semua
kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukan
kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah
laku bawahannya. Misalnya mengenai inisiatif, kerjasama, dan keselamatan.
b.
Metode Modern.
Metode ini
merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menilai prestasi kerja.
Yang termasuk kedalam metode modern ini adalah : assesment
centre, Management By
Objective(MBO=MBS), dan human
asset accounting.
a) Assessment
centre. Metode
ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai
khusus ini bisa dari luar, dari dalam, maupun kombinasi dari luar dan dari
dalam.
b) Management
by objective (MBO = MBS). Dalam metode ini pegawai langsung
diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan persoalan dengan memperhatikan
kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan
pada pencapaian sasaran perusahaan.
c)
Human asset
accounting. Dalam metode ini, faktor pekerja dinilai
sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai
dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi
keberhasilan perusahaan.
Kinerja Pelayanan
Menelusuri arti
pelayanan, Kotler (dalam Supranto, 1997:45) menyebutkan bahwa:”Pelayanan adalah
setiap tindakan/kegiatan atau penampilan/manfaat yang ditawarkan oleh setiap
pihak ke pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan
kepemilikan terhadap sarana yang menghasilkan pelayanan tersebut.”
Wujud pelayanan,
biasanya dapat dilihat dari keramahtamahan, pengetahuan produk, kesigapan dalam
membantu, dan antusiasme para pegawai dalam menangani suatu persoalan. Masalah
pelayanan pun sering dikaitkan dengan lokasi, jumlah produk jasa yang
ditawarkan, serta keuntungan yang akan didapat oleh pelanggan.
Berkaitan dengan
pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah kepada masyarakat, pelayanan
untuk masyarakat (umum) tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang
menjadi asal usul timbulnya pelayanan umum tersebut. Dengan kata lain, terdapat
korelasi antara kepentingan umum dengan pelayanan umum. Namun sebelum berbicara
mengenai pelayanan umum, perlu kiranya klarifikasi tentang pengertian “umum”
itu sendiri. Dari berbagai studi telaahan, istilah umum dimaksudkan sebagai
terjemahan dari kata public yang
pengertiannya cukup luas.
Shepherd
dan Wilcox (dalam Saefullah, 1999:5) memberikan pengertian “The public is of course. The whole community, individuals, sharing citizenship,responsibilities, and benefit”. Dalam hubungannya
dengan pemerintahan, kata umum merupakan singkatan dari sebutan “masyarakat
umum” yang memiliki pengertian sama dengan yang dikemukakan Shepherd dan Wilcox
tersebut.
Menurut Saefullah
(1999:5) “Pelayanan umum (public
service) adalah pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang
menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi penduduk negara yang
bersangkutan”. Sementara pengertian pelayanan umum menurut Lukman (2000:6)
adalah “suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi
langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik”.
Pendapat lain
tentang pengertian pelayanan dikemukakan oleh Pamudji (1994:21), yaitu
“pelayanan publik adalah kegiatan pemerintahan yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa”. Selanjutnya Kotler (dalam Supranto,
1997:46) mengatakan bahwa: “A service
is any act or performance that one party can offer to another that is
essentially intangible and does not result in the ownership of anything it’s
production may or may not be tied to physical product”.
Berdasarkan
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pada dasarnya pelayanan itu merupakan
suatu bentuk interaksi antara satu pihak (yang memberi pelayanan) dengan pihak
lain (yang menerima pelayanan), tidak berwujud fisik akan tetapi dapat
dirasakan, dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Dilihat dari
prosesnya, terjadi interaksi antara yang memberi pelayanan dengan yang diberi
pelayanan. Dalam hal umum atau pelayanan publik, pemerintah sebagai lembaga
birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
sedangkan masyarakat sebagai pihak yang memberikan mandat kepada pemerintah
mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah.
Hal yang paling
rumit dari pelayanan adalah kualitasnya yang sangat dipengaruhi oleh harapan
pelanggan, karena harapan pelanggan sangat bervariasi tergantung pada kondisi
yang sedang dialaminya, seperti yang disampaikan oleh Olsen dan Wyckoff (dalam
Zulian Yamit, 2001:22) bahwa : “Harapan pelanggan dapat bervariasi dari
pelanggan satu dengan pelanggan yang lain walaupun pelayanan yang diberikan
konsisten. Jadi, kualitas pelayanan adalah perbandingan antara harapan konsumen
dengan kinerja pelayanan.”
Berdasarkan
uraian tentang kinerja dan pelayanan sebagaimana disampaikan di muka,
selanjutnya dapat diberikan kesimpulan bahwa kinerja pelayanan pegawai
merupakan tingkat keberhasilan pegawai dalam melaksanakan tugas dan kemampuan
untuk melayani pelanggan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
sehingga diperoleh kepuasan bagi pemberi dan penerima pelayanan.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar